MunculnyaKen Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222-1227 M). Pada tahun 1227 M, Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam
KehidupanPolitik kerajaan Demak; Dalam kehidupan politik, Demak merupakan kerajaan dengan kekuasaan terbesar di pulau Jawa. Salah satu penaklukkan besarnya yaitu wilayah Sunda Kelapa, yang ia rebut dari Pajajaran pada tahun 1527. Sultan Trenggana mengutus Fatahillah ke Sunda Kelapa kemudian mengganti namanya menjadi Jayakarta. Kemudian
Tag kehidupan politik kerajaan pajajaran. Peninggalan Kerajaan Pajajaran. Oleh Ibu Guru Diposting pada 28/02/2022. Assalammualaikum, Selamat datang di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas tentang pelajaran Sejarah yaitu Tentang "Kerajaan Pajajaran".
Dalamkehidupan Politik, kerajaan Tarumanegara diperkirakan muncul abad 5M, hal ini berdasarkan bahasa sansekerta dan huruf palawa yang dipergunakan oleh prasasti-prasasti tersebut. Kerajaan pajajaran bersumber dari kegiatan pertanian dan perdagangan. pada umurnya. masyarakat kerajaan pajajaran yang tinggal di pedalaman hidup dari kegiatan
RatuDewata adalah Raja ketiga Pajajaran menggantikan ayahnya Surawisesa. Ratu Dewata memerintah Pajajaran dari mulai Tahun 1535-1543 M. Dalam mempertahankan kerajaan, ia berbeda dengan ayahnya. Jika Surawisesa terkenal sebagai panglima perang yang perwira dan pemberani, Ratu Dewata terkenal alim dan taat kepada agama.
j3V4HM. Pajang mengalami masa kejayaan saat dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya/Jaka Tingkir. Rakyat hidup makmur dan sejahtera karena sikap pemimpinnya yang adil,tegas dan bijaksana. Kehidupan perekonomian masyarakatnya juga menurut saya, maaf bila salah
Menurut Carita Parahyangan, kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa pada tahun 669 591 saka. Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan Kerajaan Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir Sri Maharaja Linggawarman tahun 666-669, memiliki dua anak, semuanya perempuan. Dewi Manasih putri sulungnya menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua Sobakancana Daputa Hyang Sri Janayasa, pendiri Kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, juga bawahan kerajaan Tarumanagara, bernama Wretikandayun 612-702 memberontak, melepaskan diri dari Tarumanagara serta mendirikan Kerajaan Galuh yang mendiri. Tarusbawa memindahkan kekuasaannya ke Sunda, di hulu sungai Cipakancilan, tempat dimana sungai Ciliwung dan Cisadane berdekatan dan berjajar, sedangkan Tarumanagara menjadi kerajaan bawahannya. Batas antara Sunda dan Galuh ini adalah sungai Citarum Sunda disebelah Barat, Galuh disebelah Timur. Pada masa pemerintahan Sana raja ketiga Galuh, saudara seibu Sana yang bernama Purbasora melakukan kudeta, Sana meminta bantuan Tarusbawa. Atas bantuan Tarusbawa, Sanjaya berhasil merebut kembali tahta di Galuh. Hubungan baik ini berlanjut menjadi hubungan kekeluargaan, putra Sana, Sanjaya menikahi putri Tarusbawa. Sepeninggal Tarusbawa, Sanjaya menyatukan kembali kerajaan Sunda dan Galuh. Ketika ia kembali ke Mataram untuk meneruskan tahta ibunya Sanaha, Sanjaya menyerahkan Sunda dan Galuh kepada seorang putranya. Dalam prasasti Sang Hyang Tapak yang ditemukan di daerah Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat berangka tahun 1030 M yang menggunakan bahasa Jawa Kuno dan huruf Kawi, disebutkan seorang raja bernama Maharaja Sri Jayabhupati dan berkuasa di Prahajyan Sunda atau sebutan lain dari kerajaan Sunda/Pajajaran, bukan sebuah kerajaan sendiri. Prasasti ini menyebutkan adanya pemujaan terhadap tapak kaki. Terlihat juga bahwa Raja Jayabhupati memeluk agama Hindu aliran Siwa. Hal ini jelas ditunjukan oleh gelarnya yaitu Wisnumurti. Raja Jayabhupati digantikan oleh Rahyang Niskala Wastukencana, dan kemudian baru disebut-sebut nama Raja Sri Baduga Maharaja, yang dalam kitab Pararaton diceritakan terlibat dalam perang Bubat denga kerajaan majapahit pada tahun 1357. Raja Pajajaran berikutnya adalah Prabu Ratu Dewata memerintah 1535 – 1543. Pada masa pemerintahannya terjadi serangan dari Banten kerajaan bawahan Sunda yang telah bercorak Islam, si bawah pimpinan Maulana Hassanudin. Serangan berikutnya masih dari Kerajaan Banten, kali ini dipimpin oleh Maulana Yusuf, pada tahun 1579. Serangan ini mengakhiri riwayat kerajaan Sunda pajajaran, yang disimbolkan dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana singgasana raja dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong karena tradisi politik agar di Pajajaran tidak dimungkinkan lagi penobatan raja baru, serta menandakan bahwa Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan Sunda yang sah buyut perempuannya adalah putri Sri Baduga Maharaja, raja Sunda. Singgasan tersebut saat ini bisa kita jumpai di depan bekas keraton Surosowan di Banten. Masyarakat Banten menyebutnya Watu Gilang, yang berarti mengkilap atau berseri. Konon, saat ditaklukn Banten sejumlah Punggawa kerajaan Pajajaran meninggalkan Istana dan menetap di daerah menerapkan tata cara kehidupan Mandala yang ketat, dan sekarang mereka dikenal sebagai orang baduy mereka menyebut dirinya urang kanekes atau orang kanekes. Meski demikian, kebenaran asal muasal orang baduy sebagai bekas punggawa istana Pajajaran masih menjadi kontroversi. sumber ratna hapsari m adil. sejarah indonesia SMA/MA kelas X. ERLANGGA
Kehidupan Ekonomi, Sosial Budaya dan Politik Kerajaan PajangKehidupan Ekonomi Kerajaan PajangPada masa kekuasaan Kerajaan Pajang, Sultan Hadiwijaya memindahkan wilayah kekuasaannya dari pesisir ke daerah pedalaman yaitu di daerah Pajang. Peralihan pusat kekuasaan ini menyebabkan berubahnya corak kehidupan masyarakatnya dari maritim menjadi Kerajaan Pajang mengandalkan pada sektor pertanian hal ini ditunjang dengan keadaan tanah di Kerajaan Pajang sangat ini merupakan triple junction antara kali Pepe, kali Dengkeng dan sungai Bengawan Solo. Kali Pepe dan kali Dengkeng memiliki muara mata air dari Merapi, sedangkan sungai Bengawan Solo memiliki muara mata air yang berasal dari Gunung demikian, Kerajaan Pajang mengalami kemajuan di bidang pertanian. Bahkan sempat menjadi lumbung beras selama abad ke- 16 sampai 17. Irigasi persawahan berjalan lancar dan cukup untuk satu tahun berkat aliran air dari kali Pepe, kali Dengkeng, dan sungai Bengawan Solo sehingga hasil pertanian di Pajang melimpah Dede Maulana, 2015 37.Namun, masyarakat Pajang memiliki kelemahan dalam bidang perdagangan sebab letak Kerajaan Pajang yang berada di pedalaman serta masyarakat Pajang yang kurang menguasai perdagangan yang berbasis laut. Padahal saat itu perdagangan di laut sedang populer, Kerajaan Pajang menjadi tertinggal dengan kerajaan lain di bidang ekonomi ini membuat perekonomian Pajang sedikit berantakan tetapi Hadiwijaya mengatasi hal itu dengan pengembangan komoditas seni-budaya yang sosfistikasi, dapat dilihat dari adanya kampung batik Sosial Budaya Kerajaan PajangKerajaan Pajang merupakan kerajaan islam yang masih menganut beberapa tradisi hindu dan jawa. Penduduk Pajang kala itu juga tetap melakukan tradisi-tradisi yang sudah ada sejak zaman nenek moyang budaya yang terjadi antara agama islam dengan hindu pun sangat terlihat. Salah satunya dapat dilihat pada bentuk arsitektur Masjid Laweyan yang mirip dengan bentuk Kelenteng ini mendapat pengaruh yang kuat dari kebudayaan hindu-jawa. Letak masjid yang berada di atas bahu jalan merupakan salah satu ciri dari pura hindu. Memang dulunya Masjid Laweyan adalah bekas pura hindu yang dipimpin seorang biksu, namun seiring dengan banyak masyarakat yang memeluk islam lalu oleh Sultan Hadiwijaya bangunan tersebut diubah menjadi masjid Dede Maulana, 2015 40.Dalam kehidupan agamanya, ajaran Islam Kejawen berkembang pesat di Kerajaan Pajang. Sultan Hadiwijaya membuka kesempatan untuk masuknya aliran Islam Kejawen yang sebelumnya dilarang di Kerajaan Pajang merupakan kerajaan Islam, namun corak yang berkembang berbeda, aliran tauhid murni bergeser ke pinggir. Sedangkan penganut kejawen mulai mendapatkan tempatnya disini. Penyebabnya adalah Sultan Hadiwijaya, selaku raja di Kerajaan Pajang merupakan panata gama Khalifatullah tanah Jawa yang menganut Manunggaling Kawula Hadiwijaya secara tegas menyatakan bahwa Ki Ageng Tingkir sebagai gurunya, adalah pengikut ajaran Syekh Siti Jenar. Demikian juga, Ki Ageng Pemanahan, yang nantinya akan mendirikan Kerajaan Mataram adalah penganut Manunggaling Kawula Gusii, menurut paham itu Tuhan bersemayam dalam diri manusia hakikatnya berasal dari hanyalah gambaran nyata dari Tuhan Yang Maha Ghaib, pencipta alam semesta. Ajaran Islam yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar ini melahirkan juga ajaran yang ditulis, berupa suluk dan pedalaman masih menerima agama islam hanya untuk abon – aboning ngaurip atau sebagai kelengkapan hidup saja. Aliran ini dihidupkan kembali sejak kekuasaan Pajang hingga Pajang masih bernuansa islam namun adat istiadat masih dipertahankan. Seperti adat walon, yakni tata krama yang diberikan sejak kasatupan, pendidikan pribadi yang ditempuh dengan melalui cara tertentu meliputi ngelmu jaya kawijayan yaitu pendidikan yang tujuannya untuk mendapat kesaktian dengan bertapa, berpuasa dan ada ngelmu pengawikan, yakni pendidikan yang tujuannya untuk menguasai berbagai ilmu seperti ilmu tentan atau menjinakkan binatang dan benda juga ngelmu kasantikan, yakni, pendidikan yang tujuannya untuk memiliki kebijaksanaan dan kesempurnan hidup. Demikianlah ajaran Islam Kejawen berkembang di Kesultanan Hadiwijaya Laili Affidah, 2011 60&71.Kehidupan Politik Kerajaan PajangKerajaan Pajang merupakan kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai lanjutan dari Kerajaan pertamanya bernama Jaka Tingkir yang bergelar Sultan Hadiwijaya mewarisi Demak karena faktor politik serta berdasarkan garis keturunan yang masih memiliki darah dari raja itu, Sultan Hadiwijaya juga merupakan menantu dari Sultan Trenggono raja ke-3 Demak. Pada awal berdirinya tahun 1549, kekuasaan Kerajaan Pajang hanya Jawa Tengah saja karena di Jawa Timur sudah banyak wilayah yang melepaskan diri sejak Sultan Trenggono Hadiwijaya dan Adipati Jawa Timut dipertemukan oleh Sunan Prapen di Giri Kedaton pada tahun 1568. Dalam pertemuan itu, para adipati sepakat untuk mengakui kedaulatan Kerajaan Pajang atas wilayah di Jawa Panji Wiryakama dinikahkan dengan putri Sultan Hadiwijaya sebagai ikatan politik. Sultan Hadiwijaya semakin memperluas wilayah kekuasaannya, ia berhasil menguasai yang bernama Raden Pratanu atau Panembahan Lemah Dhuwur juga dijadikan menantu oleh Hadiwijaya Laili Affidah, 2011 50.Setelah sepeninggal Sultan Hadiwijaya pada 1587, Kerajaan Pajang digantikan oleh Arya Pengiri anak dari Sunan Prawoto, sultan Demak yang terbunuh akibat konflik dengan Arya kepemimpinan Arya Pengiri tidak terlalu bijaksana, ia disibukkan dengan balas dendam dan ingin melakukan penaklukan terhadap Mataram sehingga kesejahteraan rakyat ini membuat Pangeran Benawa, putra dari Sultan Hadiwijaya yang berada di Jipang merasa prihatin. Pangeran Benawa juga merasa tidak puas karena berada di lingkungan asing yaitu Jipang padahal ia seharusnya menjadi putra mahkota di Kerajaan lalu bersekutu dengan Sutawijaya, penguasa Mataram untuk menyerbu Pajang, terjadi pertempuran singkat antara kerajaan pajang dengan mataram dan jipang. Lalu, Arya Pengiri kalah dan kekuasaan Pajang beralih kepada Pangeran Benawa yang dalam memerintah didampingi oleh Benawa hanya berlangsung sekitar satu tahun saja, setelah itu ia wafat atau menurut cerita tutur lain ia meninggalkan Pajang untuk membaktian diri pada agama di Parakan De Graaf, 1985 212-213.Setelah kepemimpinan Benawa, tidak ada putra mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang berangsur-angsur menjadi wilayah bawahan Mataram yang saat itu kekuasaannya sudah cukup kuat Alifah, 2010 95.Setelah Kerajaan Pajang menjadi bawahan Kerajaan Mataram. Pajang diperintah oleh bupati yaitu Gagak Bening dan Pangeran Benawa II. Setelah pemerintahan Pangeran Benawa, Pajang diperintah oleh Gagak Bening yang merupakan seorang Pangeran Mataram adik dari Sutawijaya. Dalam pemerintahanya ia melakukan banyak perombakan dan perluasan pemerintahan digantikan oleh Pangeran Benawa II yang merupakan cucu dari Sultan Hadiwijaya.
Kerajaan Pajajaran atau Kerajaan Sunda merupakan Kerajaan Hindu yang terletak di Parahyangan Sunda, Pakuan berasal dari kata Pakuwuan yang mengartikan sebuah kota. Di masa-nya, para masyarakat Asia Tenggara terbiasa untuk menyebut sebuah kerajaan dengan nama ibukota dan dari beberapa catatan yang ditemukan, Kerajaan Pajajaran dibangun pada tahun 923 oleh Sri Jayabhupati seperti yang ada pada sebuah prasasti Sanghyang Tapak [1030 M] berlokasi di Kampung Pangcalikan dan juga Bantarmuncang, tepi Sungai Citatih, Cibadak, Sukabumi. Baca Juga Candi Peninggalan Agama Hindu dan Sejarah Gunung Kerajaan PajajaranDari segi geografisnya, Kerajaan Pajajaran ada di Parahyangan Sunda dan Pakuan menjadi ibukota Sunda sudah tercatat oleh Tom Peres tahun 1513 M dalam The Suma Oriantal. Disini tertulis jika ibukota Kerajaan Sunda memiliki sebutan Dayo atau Dayeuh yang membutuhkan waktu dua hari perjalanan dari Kalapa yang sekarang menjadi Jakarta. Sebelum didirikannya Kerajaan Pajajaran, ada beberapa kerajaan yang sudah terlebih dahulu didirikan yakni Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh dan juga Kerajaan Kawali. Kerajaan Pajajaran ini tidak bisa dilepaskan dari beberapa Kerajaan tersebut sebab Pajajaran merupakan Kerajaan lanjutan dari beberapa Kerajaan sejarah tertulis jika pada akhir tahun 1400-an, Majapahit kondisinya semakin lemah dan pemberontakan serta perebutan kekuasaan diantara saudara terjadi berulang kali. Saat jatuhnya Prabu Kertabumi [Brawijaya V], para pengungsi dari kerabat Kerajaan Majapahit mengungsi menuju ibukota Kerajaan Galuh yang berada di Kawali, Kuningan, Jawa Barat. Raden Baribin yang merupakan saudara dari Prabu Kertabumi pun di terima dengan tangan terbuka oleh Raja Dewa Niskala serta menikah dengan Ratna Ayu Kirana yang merupakan salah satu putri Raja Dewa juga menikah dengan salah seorang dari keluarga pengungsi rombongan Raden Barinbin tersebut. Raja Susuktunggal yang berasal dari Kerajaan Sunda marah dengan pernikahan Dewa Niskala tersebut. Dewa Niskala dianggap sudah melanggar aturan dan aturan tersebut sudah ada sejak Peristiwa Bubat yang berisi jika orang Sunda-Galuh tidak boleh dan dilarang menikah dengan orang yang berasal dari keturunan Majapahit. Peperangan hampir saja terjadi dari dua raja yang merupakan besan raja ini menjadi besan sebab Jayadewata yang adalah putra dari Raja Dewa Niskala adalah menantu dari Raja Susuktunggal. Peperangan tersebut tidak terjadi lantaran dewan penasehat berhasil mendamaikan kedua raja tersebut dengan keputusan akhir jika kedua Raja tersebut harus turun dari tahta mereka dan mereka berdua menyerahkan tahta mereka pada putra mahkota yang sudah dipilih. Dewa Niskala memilih Jayadewata, anaknya, untuk meneruskan kekuasaan, sementara Prabu Susuktunggal juga memilih orang yang sama sehingga akhirnya Jayadewata mempersatukan kedua kerajaan tersebut. Jayadewata lalu diberi gelar Sri Baduga Maharaja dan mulai memerintah Kerajaan Pajajaran di tahun 1482. Baca Artikel terkait lainnya seperti Sejarah Kerajaan Majapahit, Asal Usul Nusantara, dan Sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara Perekonomian Kerajaan PajajaranMasyarakat di jaman Kerajaan Pajajaran hidup dengan bercocok tanam khususnya menggarap ladang yang menghasilkan beras, buah-buahan, sayuran serta lada dan juga mengembangkan di bidang pelayaran serta perdagangan. Kerajaan Pajajaran juga mempunyai 6 pelabuhan penting yakni Sunda Kelapa [Jakarta], Pontang, Tamgara, Pelabuhan Banten, Cigede dan juga Cimanuk [Pamanukan].Kehidupan Sosial Kerajaan PajajaranKehidupan sosial masyarakat di Kerajaan Pajajaran merupakan para seniman seperti penari, pemain gamelan serta badut dan juga golongan petani serta perdagangan. Sementara untuk golongan masyarakat yang tidak baik adalah tukang rampas, copet, perampok dan Budaya Kerajaan PajajaranYang mempengaruhi kehidupan dari sektor budaya Kerajaan Pajajaran adalah agama Hindu serta beberapa peninggalan seperti prasasti, jenis batik, Kitab Cerita Parahyangan dan juga Kitab Sangyang Siskanda. Baca Artikel terkait lainnya Candi Peninggalan Agama Hindu, Sejarah Situs Ratu Boko, Sejarah Kota Surabaya, Pahlawan Nasional Raja Kerajaan PajajaranSri Baduga Maharaja [1482-1521], bertahta di PakuanSurawisesa [1521-1535], bertahta di PakuanRatu Dewata [1535-1543[, bertahta di PakuanRatu Sakti [1543-1551], bertahta di PakuanRatu Nilakendra [1551-1567], pergi dari Pakuan sebab serangan Maulana HasanuddinRaga Mula / Prabu Surya Kencana [1567-1579], bertahta di PandegelangPuncak Kejayaan Kerajaan PajajaranDi masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja, Kerajaan Pajajaran mencapai masa kejayaannya dan ini menjadi alasan yang sering dikatakan masyarakat Jawa Barat jika Sri Baduga atau Siliwangi merupakan seorang raja yang tidak pernah purna dan selalu hidup abadi di hati serta pikiran para masyarakat Jawa Barat. Maharaja tersebut membangun sebuah karya besar yakni talaga dengan ukuran besar bernama Maharena Wijaya serta membuat jalan untuk menuju ke Ibukota Pakuan serta Wanagiri. Ia juga memperkuat pertahanan ibukota serta memberikan Desa Perdikan untuk semua pendeta beserta pengikutnya sehingga bisa menyemangati kegiatan beragama dan dijadikan penuntun kehidupan para Maharaja juga kemudian membangun Kabinihajian atau kaputren, kesatriaan atau asrama prajurit, menambah kekuatan angkatan perang, mengatur untuk pemungutan upeti dari para raja dibawahnya dan juga menyusun undang-undang kerajaan. Pembangunan juga bisa dilihat dalam prasasti Kabantenan dan juga Batutulis yang mengisahkan Juru Pantun dan juga penulis Babad yang masih bisa dilihat hingga sekarang, sementara sebagian lagi sudah hilang. Kedua prasasti dan juga Cerita Pantun serta kisah Babad tersebut diketahui jika Sri Baduga sudah memberi pertintah untuk membuat wilayah perdikan, membuat Talaga Maharena Wijaya, memperkuat ibukota, membuat pagelaran, membuat kabinihajian, membuat kesatriaan, membuat pamington, memperkuat angkatan perang dan juga mengatur upeti untuk para raja yang berada di bawahnya. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia, Sejarah Minangkabau, Sejarah Islam di Indonesia, Sejarah Timor Kerajaan PajajaranKerajaan Pajajaran akhirnya hancur di tahun 1579 karena serangan Kerajaan Sunda lain yakni Kesultanan Banten. Kerajaan Pajajaran berakhir dengan dibawanya Palangka Sriman Sriwacana dari Pakuan Pajajaran menuju Keraton Surosowan yang berada di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu sebesar 200 x 160 x 20 cm tersebut dibawa menuju Banten sebab tradisi politik membuat Pakuan Pajajaran tidak bisa menobatkan Raja yang baru dan menjadi pertanda jika Maulana Yusuf merupakan penerus dari Kerajaan Sunda yang sah sebab buyut perempuannya adalah Putri Sri Baduga Maharaja. Palangka Sriman Sriwacana ini bisa dilihat di depan bekas Keraton Surosowan di daerah Banten dan masyarakat Banten menyebutnya dengan Watu Gilang yang berarti mengkilap dan memiliki arti yang sama dengan terjadi persekutuan dari Kesultanan Demak dan juga Cirebon, ajaran agama Islam mulai memasuki Parahyangan dan menimbulkan keresahan untuk Jaya Dewata dan kemudian ia membatasi pedagang muslim yang masuk di Pelabuhan kerajaan Sunda supaya pengaruh Islam terhadap pribumi bisa diperkecil. Akan tetapi nyatanya pengaruh agama Islam jauh lebih kuat dan Pajajaran akhirnya memutuskan untuk berkoalisi dengan Portugis agar bisa mengimbangi Kesultanan Demak dan juga Cirebon. Pajajaran lalu memberikan kesempatan untuk perdagangan bebas di pelabuhan Kerajaan Pajajaran dengan imbalan berupa bantuan militer jika Kesultanan Demak dan Cirebon menyerang Pajajaran. Kekuasaan dari Pajajaran akhirnya jatuh ke Kesultanan Banten di tahun 1524 dan pasukan Demak yang bergabung dengan Cirebon mendarat di Banten dan ajaran Islam yang dibawa para pendatang pun menarik perhatian dari masyarakat sampai ke pedalaman Wahenten Gunung Jati memberikan petunjuk untuk anaknya yakni Maulana Hasanuddin agar membangun sebuah pusat pemerintahan di daerah Wahanen Girang serta membangun kota di pesisir sehingga akhirnya terbentuk Kerajaan Banten. Tahun 1570, Maulana Yusuf naik tahta dan menjadi raja Banten menggantikan sang ayah yakni Maulana Hasanuddin. Ia meneruskan ekspansi menuju pedalaman Sunda serta akhirnya berhasil mengalahkan Pakuan Pajajaran. Tahun 1527, pelabuhan Sunda Kelapa juga jatuh ke pasukan Islam yang membuat Pajajaran dan Portugis menjadi terputus sehingga Kerajaan Pajajaran semakin Prabu Ratu Dewata yang memerintah dari tahun 1535 sampai dengan 1543 juga tidak menjalankan pemerintahan dengan baik dan lebih mengutamakan menjadi pendeta yang menyebabkan rakyat menjadi terabaikan. Sedangkan penerusnya yakni Ratu Sakti sangat senang bermain wanita dan Raja Mulya sangat senang menghamburkan harta sambil mabuk yang membuat Kerajaan Pajajaran tidak bisa dipertahankan lagi. Maulanan Yusuf menjadi penerus kekuasaan Sunda yang sah sebab diperkuat juga dengan garis keturunan yang dimilikinya yakni cicit dari Sri Baduga Maharaja, Raja pertama dari Kerajaan Pajajaran. Sesudah berhasil dikalahkan Banten, beberapa punggawa istana pindah dan menetap di Lebak dan hidup di pedalaman sambil terus memakai cara kehidupan mandala yang ketat dan kelompok masyarakat ini masih ada sampai sekarang yang dikenal dengan Suku Baduy. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Candi Kalasan, Sejarah Candi Cetho, Candi Peninggalan Budha, dan Pertempuran Medan Sejarah Kerajaan PajajaranSelain Naskah Babad, Kerajaan Pajajaran juga memiliki beberapa peninggalan lain yang masih bisa kita lihat hingga CikapundungPrasasti Cikapundung ditemukan oleh warga di sekitar Sungai Cikapundung, Bandung pada tanggal 8 Oktober 2010. Dalam Batu Prasasti ini memiliki tulisan Sunda kuno yang menurut perkiraan berasal dari abad ke-14. Tidak hanya terdapat huruf Sunda kuno, pada prasasti tersebut juga terdapat beberapa gambar seperti telapak tangan, wajah, telapak kaki dan juga 2 baris huruf Sunda kuno dengan tulisan ” unggal jagat jalmah hendap” dengan arti semua manusia di dunia ini bisa mengalami sesuatu apapun. Seorang peneliti utama dari Balai Arkeologi Bandung yakni Lufti Yondri berkata jika prasasti tersebut adalah Prasasti HuludayeuhPrasasti Huludayeuh ini ada di bagian tengah sawah di Kampung Huludayeuh, Desa Cikalahang, Kecamatan Sumber sesudah pemekaran Wilayang menjadi Kecamatan Dukupuntang, Cirebon. Prasasti ini sudah sejak lama diketahui oleh masyarakat sekitar akan tetapi untuk para arkeologi dan juga ahli sejarah baru mengetahui keberadaan prasasti tersebut di bulan September 1991. Isi dari prasasti tersebut terdiri dari sebelas baris tulisan beraksa serta bahasa Sunda kuno. Akan tetapi batu prasasti tersebut ditemukan dalam keadaan yang sudah tidak utuh dan membuat beberapa aksara juga ikut hilang. Permukaan batu prasasti tersebut juga sudah agak rusak dan beberapa tulisan sudah aus sehingga beberapa isi dari prasasti tersebut tidak bisa terbaca. Secara garis besar, prasasti ini menceritakan tentang Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan Sya Sang Ratu Dewata yang berhubungan dengan beberapa usaha untuk membuat makmur Pasir DatarPrasasti ini ditemukan pada sebuah perkebunan kopi yang terletak di Pasir Datar, Cisande, Sukabumi di tahun 1872 dan sekarang sudah disimpan pada Museum Nasional Jakarta. Prasasti ini terbuat dari material batu alah yang masih belum ditranskripsikan hingga saat ini sebab isinya sendiri belum bisa diartikan. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Candi Mendut, Sejarah Kota Semarang, Sejarah Wali Songo, Sejarah Kerajaan Kutai Kertanegara Perjanjian Sunda PortugisPrasasti Perjanjian Sunda Portugis merupakan prasasti dengan bentuk tugu batu yang berhasil ditemukan tahun 1918 di Jakarta. Prasasti ini menjadi tanda dari perjanjian Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Portugis yang dibuat oleh utusan dagang Kerajaan Portugis dari Malaka dan di pimpin Enrique Leme yang membawa beberapa barang untuk diberikan pada Raja Samian [Sanghyang] yakni Sang Hyang Surawisesa seorang pangeran yang menjadi pimpinan utusan Raja ini dibangun diatas permukaan tanah yang juga ditunjuk sebagai tempat benteng dan gudang orang Portugis. Prasasti ini ditemukan dengan cara melakukan penggalian saat membangun sebuah gudang di bagian sudut Prinsenstraat yang sekarang menjadi jalan cengkeh dan juga Groenestraat yang sekarang menjadi jalan Kali Besar Timur I dan sudah termasuk ke dalam wilayah Jakarta Barat. Sedangkan untuk replikanya sudah dipamerkan pada Museum Sejarah UlubeluPrasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Sunda atau Pajajaran dari abad ke-15 M yang berhasil ditemukan di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kotaagung, Lampung tahun 1936. Walau ditemukan di Lampung, Sumatera Selatan, akan tetapi para sejarawan menduga jika aksara yang dipergunakan pada prasasti ini merupakan aksara Sunda kuno yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Pajajaran tersebut. Anggapan ini juga dipekruat dengan wilayah dari Kerajaan Sunda yang juga meliputi wilayah Lampung. Sesudah kerajaan Pajajaran runtuh oleh Kesultanan Banten, kekuasaan Sumatera Selatan tersebut dilanjutkan Kesultanan Banten. Isi dari prasasti ini adalah mantra tentang permohonan pertolongan yang ditujukan pada para Dewa utama yakni Batara Guru [Siwa], Wisnu dan juga Brahma serta Dewa penguasa tanah, air dan juga pohon supaya keselamatan dari segala musuh bisa KarangkamulyanSitus ini ada di Desa Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Galuh Hindu Buddha. Situs Karangkamulyan ini menceritakan tentang Ciung Wanara berkaitan dengan Kerajaan Galuh. Cerita ini kental dengan kisah pahlawan hebat yang mempunyai kesaktian serta keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa dan hanya dimiliki oleh Ciung Wanara. Dalam area sekitar 25 Ha tersebut tersimpan berbagai benda mengandung sejarah mengenai Kerajaan Galuh yang kebanyakan berupa tersebut tersebar dengan berbagai bentuk dan beberapa batu yang ada di dalam bangunan strukturnya terbuat dari tumpukan batu dengan bentuk yang hampir serupa dan bangunan mempunyai sebuah pintu yang membuatnya tampak seperti sebuah kamar. Batu-batu tersebut mempunyai nama dan kisah yang berbeda-beda. Nama-nama tersebut diberikan oleh masyarakat sekitar yang diperoleh dengan cara menghubungkan kisah Kerajaan Galuh seperti pangcalikan atau tempat duduk, tempat melahirkan, lambang peribadatan, cikahuripan dan juga tempat Kebon Kopi IIPrasasti yang memiliki nama lain Prasasti Pasir Muara merupakan peninggalan dari Kerajaan Sunda Galuh yang ditemukan tidak jauh dari Prasasti Kebon Kopi I yang adalah peninggalan dari Kerajaan Tarumanegara. Namun prasasti ini hilang karena dicuri pada sekitar tahun 1940-an. Seorang pakar bernama Bosch pernah mempelajari prasasti tersebut dan menuliskan jika dalam prasasti terdapat tulisan bahasa Melayu kuno yang menceritakan tentang seorang Raja Sunda menduduki tahtanya kembali dan menafsirkan angka tahun kejadian bertarikh 932 Masehi. Prasasti ini ditemukan di Kampung Pasir Muara, Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat abad ke-19 saat tengah dilaksanakan penebangan hutan untuk dibuat lahan kebun kopi dan prasasti ini ada di sekitar 1 km dari batu prasasti Kebonkopi I yakni Prasasti Tapak Gajah. Baca Artikel terkait lainnya Masa Penjajahan Belanda di Indonesia, Sejarah Runtuhnya Bani Ummayah, Sejarah Candi Gedong Songo, Sejarah Kerajaan BatutulisPrasasti Batutulis diteliti tahun 1806 yakni dengan pembuatan cetakan tangan Universitas Leiden di Belanda. Pembacaan pertama dilakukan oleh Friederich pada tahun 1853 dan hingga tahun 1921 sudah terhitung 4 orang ahli yang juga meneliti isi dari Prasasti Batutulis tersebut, akan tetapi Cornelis Marinus Pleyte menjadi satu-satunya orang yang lebih mengulas tentang lokasi dari Pakuan, sedangkan peneliti lain lebih fokus dalam megnartikan isi dari Prasasti. Penelitian dari Pleyte itu dipublikasikan pada tahun 1911 dan di dalam tulisannya yakni Het Jaartal op en Batoe-Toelis nabij Buitenzorg dan jika diartikan menjadi angkat tahun pada Batutulis dekat memberi penjelasan [Waar alle legenden, zoowel als de meer geloofwaardige historische berichten, het huidige dorpje Batoe-Toelis, als plaats waar eenmal Padjadjaran’s koningsburcht stond, aanwijzen, kwam het er aleen nog op aan. Naar eenige preciseering in deze te trachten”] yang berarti Dalam legenda dan juga berita sejarah yang lebih dipercaya, Kampung Batutulis menjadi tempat Puri Kerajaan Pajajaran dan masalah yang ditimbulkan hanya dengan menelusuri letak yang benar. Pleyte mengatakan puri indentik dengan kota Kerajaan dan kadatuan Sri Bima Narayana Madura Suradipati dengan Pakuan adalah kota. Babad Pajajaran menggambarkan jika Pakuan dibagi menjadi Dalem Kitha [Jero Kuta] dan juga Jawi Kitha [Luar Kuta] yang berarti kota dalam dan kota juga menemukan benteng tanah di Jero Kuta yang sekarang berada doarah Sukasari pertemuan Jalan Siliwangi dengan Jalan Batutulis dan letak Keraton diduga berada di sekitar Batutulis. Laporan yang diberikan oleh Adolf Winkler tahun 1690 disebutkan jika di Batutulis, ia menemukan lantai berbatu yang tersusun sangat rapi dan dengan penjelasan orang yang mengantarnya, itulah letak dari Istana Kerajaan yang diukur dari lantai sampai kearah paseban tua ditemukan 7 pohon beringin, akan tetapi lokasi pastinya masih menjadi sebuah misteri hingga Raja Pajajaran pindah menuju Pakuan, pemerintahan di Galuh Kawali dipimpin Prabu Ningratwangi dengan masa pemerintahan dari tahun 1428 sampai 1501 mewakili sang kakak Sri Baduga Maharaja. Sesudah itu pemerintahan Galuh dipimpin Prabu Jayaningrat periode 1501 sampai dengan 1528 dan ia merupakan Ratu Galuh terakhir sebelum Kerajaan runtuh dan ditaklukan oleh Kesultanan Cirebon. Demikian ulasan lengkap tentang Sejarah Kerajaan Pajajaran lengkap yang bisa kami berikan, semoga bisa menambah informasi seputar sejarah khususnya kerajaan di tanah air.
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID YS7Ao3H_uDMq1RjmrchwM-QiWrN8iOD98lx61VvfQ4rgANABLmpYtA==
kehidupan politik kerajaan pajajaran